Sabtu, 17 Desember 2011

NUKLIR IRAN : SIAPA YANG MENANAM ANGIN, DIALAH YANG MENUAI BADAI

Hingga tahun 2011 ini, kasus mengenai nuklir Iran belum juga mereda bahkan sempat permasalahannya semakin meningkat ketika Amerika Serikat dan Israel sempat sesumbar akan melakukan invasi pendahuluan ke Iran dengan tujuan untuk menghentikan pengayaan Uranium yang dicurigai oleh AS, Uni Eropa dan Israel  akan digunakan sebagai bahan utama bagi alusista-alusista Iran atau ringkasnya adalah untuk kepentingan pertahanan Iran apabila sampai terlibat peperangan dengan Israel bahkan Amerika Serikat.

Sedangkan Iran mengklaim bahwa pengembangan Nuklir ini adalah untuk kepentingan masyarakat Iran terutama sebagai sumber energy bagi pembangkit tenaga listrik alternatif. Oleh karena itu, Iran tetap berupaya keras untuk melanjutkan proses pengayaan uraniumnya meskipun mendapat banyak sanksi dari PBB serta berbagai ancaman dari berbagai negara seperti Amerika Serikat, negara-negara Uni Eropa dan Israel.

Bahkan presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad pernah berseru dalam sebuah pidatonya yang terkenal”Jika Kekuatan Nuklir ini amat baik bagi kalian mengapa kami tidak diperbolehkan memilikinya? Jika Kekuatan Nuklir ini amat berbahaya bagi kita semua mengapa kalian menyimpannya?” Kasus ini terus bergulir dan memanas bahkan diantara DK PBB pun mulai terjadi silang pendapat. AS ingin membuat sebuah resolusi PBB  yang lebih keras kepada Iran namun ditentang oleh China dan Rusia. Iran bahkan berusaha mengarahkan opini dunia untuk bersikap curiga dengan Israel yang memiliki senjata nuklir  yang lebih berbahaya menurut pemerintah Iran.

Bagaimana kasus nuklir Iran ini bisa menjadi sedemikian kontroversialnya. Padahal setiap negara seharusnya berhak untuk mengembangkan energi-energi potensial sebagai pengganti bahan bakar fosil yang jumlahnya semakin langka. Dan apa yang dilakukan oleh Iran adalah usaha yang pastinya akan dilakukan setiap negara untuk mengakali kesulitan bahan bakar yang dialami. Sekalipun pernah terjadi sebuah peristiwa yang mengerikan akibat penyalahgunaan nuklir seperti di Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 8 Agustus 1945. Dan kecelakaan di reaktor nuklir Chernobyl di Ukraina pada tahun 1986.

Untuk menelusuri bagaimana kisah Nuklir Iran ini berlangsung hingga menjadi sesuatu yang sangat kontroversial dan memancing perhatian dunia, alangkah baiknya kita menelusuri napak tilas sejarah Pemerintah Iran dalam pengembangan program nuklirnya yang ternyata sudah berlangsung hingga tahun 1950an. Dari sini kita akan menemukan sebuah karma sejarah yang cukup lucu untuk disaksikan, dimana kita akan menemukan bahwa Amerika Serikat lah partner Iran pada masa pertama kali pengembangan kekuatan Nuklir sedangkan 57 tahun kemudian Amerika Serikat menjelma menjadi penentang yang paling vocal terhadap pengayaan uranium yang dilakukan oleh pemerintah Iran. Selain itu, kasus nuklir ini terlihat seperti upaya AS untuk mendiskreditkan Iran yang pada pasca revolusi tak berdarah tahun 1979 menjelma menjadi sebuah Republik Islam dan telah menjadi musuh utama Amerika Serikat.

Program Nuklir Iran pertama kalinya dikembangkan pada tahun 1953 pasca kejatuhan rezim nasionalis  Dr. Muhammad Mossadeq dan naiknya kembali Shah Iran, Muhammad Reza Pahlevi dengan sokongan Amerika Serikat. Program ini dibuat di bawah program Amerika Serikat yang bertajuk Nuklir untuk perdamaian. Pada tahun 1967 Pusat Riset Nuklir Teheran yang dijalankan oleh Organisasi Pengembangan Energi Atom Iran (AEOI). Riset Nuklir ini diperkuat oleh Reaktor Nuklir berkekuatan 5 Megawatt dengan bahan bakar Uranium berpengayaan tinggi.

Pada tahun 1968, Iran menandatangani perjanjian Non Proliferasi Nuklir dan diratifikasi pada tahun 1970. Program Nuklir Iran akhirnya diverifikasi oleh Internasional Atomic Energy Association. Pada pertengahan tahun 1970an terjadi sebuah kerjasama yang sangat intensif antara pemertintah Iran dengan perusahaan-perusahaan asing terutama negara-negara barat seperti Bushehr, Erlangen/Frankfurt, Kraftwerk Union AG. Kemudian bahkan sebuah perusahaan joint stock antara Perancis, Belgia, Spanyol dan Swedia, Eurodif dibentuk untuk mempermudah investasi pengayaan uranium Iran.

Namun masa-masa ini tidaklah lama, pada tahun 1979 sebagai respon atas pemerintahan Shah yang reprsif, pro-barat, serta menjadi biang krisis ekonomi Iran, sebuah gerakan revolusi besar pecah di Teheran  dan akhirnya sukses menggulingkan pemerintah Shah dan sebagai gantinya berdirilah negara Republik Islam Iran yang dipimpin oleh Ayatullah Khomeini. Dengan berdirinya rezim baru ini, seketika sejumlah negara-negara eropa yang dulu menjadi mitra pengembangan nuklir Iran pada masa Shah Muhammad Reza Pahlevi segera memutus kontraknya secara sepihak.

Kasus Nuklir Iran mencuat tatkala pada tanggal 14 Agustus 2002, Alireza Jafarsadeh anggota kelompok perlawanan dari Dewan Perlawanan Nasional Iran, malaporkan mengenai adanya fasilitas pengayaan Uranium di Natanz dan fasilitas  Air berat sebagai bahan dasar pembuatan bom hidrogen di Arak. Hal ini menarik perhatian dunia internasional dan IAEA (International Atomic Energy Agency) segera memeriksanya.


Kasus ini semakin memanas dengan adanya pengumuman presiden Ahmadinejad terkait kesuksesannya melakukan proses pengayaan Uranium pada tanggal 11 April 2006. Pengumuman ini memancing kemarahan Internasional dan dikeluarkanlah resolusi PBB sebanyak tujuh kali resolusi sepanjang tahun 2007-2008. Mulai dari resolusi tentang pembekuan aset penelitian nuklir hingga embargo senjata. Hingga tahun 2011 ini kasus nuklir Iran masih menarik perhatian internasional, apalagi Israel dan Amerika Serikat berkali-kali mencurigai bahwa nuklir hasil pengayaan uranium akan digunakan sebagai senjata melawan mereka sehingga timbul rencana untuk menginvasi Iran meskipun sampai saat ini masih sebatas isu belaka.
Saat ini fasilitas Nuklir Iran tersebar di kota-kota berikut ini
KETERLIBATAN RUSIA DALAM PROGRAM NUKLIR IRAN
Pada awal tahun 1990an Rusia telah menandatangani kontrak dengan pemerintah Iran terkait dengan kerjasama penelitian Nuklir yang dikenal dengan proyek Persepolis yang dibantu oleh tenaga ilmuwan nuklir dari Rusia. Info ini diperoleh dari Glavnoje Razvedyvatel'noje Upravlenije(Badan Intelijen Angkatan Bersenjata Rusia) dan Sluzhba Vneshney Razvedki (Badan Intelijen luar negeri) berdasarkan info dari pembelot GRU, Stanislav  Lunev. Presiden Yeltsin dalam kasus ini menggunakan kebijakan dua jalur. Sembari mendiskusikan isu nuklir Iran, ia juga menjual teknologi nuklir Russia kepada Iran.Pada tahun 1995, Iran menandatangani  kontrak  dengan  Rusia  terkait  penyelesaian pembangunan reactor nuklir Bushwehr(yang pernah dibangun Jerman Barat  tahun 1970an) yang direncanakan selesai pada tahun 2009. Pada tahun 2011,  Rusia( bersama China) juga menentang berbagai sanksi keras yang diusulkan Amerika Serikat terhadap Iran terutama mengenai sangsi ekonomi yang keras terhadap Iran . Bahkan pemerintah Rusia mengatakan bahwa laporan IAEA itu tidak professional dan bias(haaretz.com, 20-11-2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar